Link url

banner image

HATI-HATI MENGHUKUM ANAK





Sista , Sebagian besar orangtua sebenarnya tak menginginkan anak-anaknya dihukum, apalagi oleh ‘tangannya’ sendiri. Saat anak terlihat sedih, kecewa, menangis saat dihukum, sungguh hati orangtua pun merasakan perasaan yang sama seperti anak. Tapi dengan alasan demi kepentingan anak itu sendiri kadang menghukum anak memang tak bisa dihindari. Sebagian orangtua kerap mengatakan misalnya “ayah hukum kamu biar kamu bisa jera!” atau sebagian ibu mengatakan “mama marahin kamu karena mama sayang sama kamu!”
Menghukum anak sebenarnya hanya salah satu pola dari sekian banyak pola dari pendidikan anak. Menghukum anak hanyalah salah satu, bukan satu-satunya, cara untuk membuat anak terkendali perilakunya. Hukuman pada anak yang tidak dilakukan dengan cara yang tidak benar dapat berdampak besar pada anak. Bukannya efek positif yang didapatkan, malah mungkin mempersulit orangtua sendiri.
Berikut beberapa saran yang dapat orangtua perhatikan agar menghukum anak tidak berdampak negatif terlalu jauh:
1. Jangan pernah melakukan kekerasanfisik pada anak!
Hukuman fisik membuat anak seperti orang tak berdaya, yang tak bisa berkata tidak dan wajib patuh. Hukuman fisik menumpulkan kekuatan pikiran anak dan merusak jiwa anak. Saat kita memukul anak, maka sesungguhnya yang paling rusak adalah harga dirinya. Tubuhnya memang sakit, tapi yang paling berbahaya adalah saat seorang anak merasakan sakit di dalam hatinya. Secara tidak sadar kita tengah menjatuhkan harga dirinya.
Melakukan kekerasan fisik anak sangat bertolak belakang dengan tujuan kita mendidiknya, agar ia punya dasar hidup yang kuat untuk mandiri dan punya rasa percaya diri. Saat harga dirinya jatuh karena fisiknya kita hukum, maka ia tak akan memiliki konsep diri positif seperti yang kita harapkan tadi: mandiri, percaya diri, memiliki motivasi diri.
Hal yang paling berbahaya daripada hal tadi adalah saat fisik anak orangtua sakiti adalah anak akan kehilangan kepercayaannya kepada orangtua. Apalagi, jika sudah tumbuh perasaan benci pada orangtua. Padahal, selama ini ia memandang kita sebagai orang yang selalu melindungi.
Hukuman fisik bisa membuat si kecil terluka secara fisik, takut, marah pada orangtua yang terpendam atau terkeluarkan, dan menjaga jarak dengan orangtua. Itu sebabnya barangkali banyak anak yang tak betah duduk berlama-lama dengan orangtua. Dengan semua perasaan itu, bukan tidak mungkin, si kecil malah jadi tukang melawan dan bertindak agresif karena tidak dapat menerima perlakuan kita.
Dengan alasan apapun, hukuman fisik yang dapat MENYAKITI anak tidaklah dibenarkan. Ada sebagian orang yang menghukum anaknya dengan alasan agama. Tapi, jika dicermati lebih lanjut, sebenarnya agama hanyalah dijadikan pembenaran dari pelampiasan nafsu orangtua itu sendiri.
Adalah keji jika kita menyatakan Rasulullah Muhammad saw ssebagai orang yang melegalkan kekerasan pada anak. Rasululullah saw memang membolehkan hukuman fisik tapi itu pun dengan beberapa syarat ketat. Lihatlah teks hadits berikut:
“Perintahkan anak kalian untuk melakukan shalat jika mereka sudah menginjak usia tujuh tahun dan apabila telah berusia sepuluh tahun, pukullah ia jika sampai mengabaikannya.” (Abu Dawud meriwayatkan dari Sibrah bin Ma’bad Al-Juhanira).
“Ajarilah anak kalian mengerjakan shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah ia jika telah mencapai sepuluh tahun ia mengabaikannya.” (Abu Dawud No. 494 dan Tirmidzi no.407. Sanad Hadits ini shahih. Ditahkik oleh Al-Arnauth dan Imam Baihaqi juga meriwayatkannya dalam sunannya, 3/84. Imam Hakim dalam Mustadrak-nya, I/257 dan ia mengatakan hadits ini shahih berdasarkan syarat dari Muslim. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Huzaimah dalam Shahihnya, 2/102).
Jika Anda perhatikan maka kita akan mendapati bawah tidak mudah kita begitu saja memukul anak. Kita boleh memukul anak dengan syarat yang sangat ketat:
a. Anak-anak baru boleh dipukul usia 10 tahun.
Saat anak berusia 10 tahun anak-anak mulai memasuki ‘sempurna’ akalnya. Dari segi tumbuh kembang anak-anak yang sudah baligh (pubertas) ternyata umumnya adalah masa dimana pertumbuhan organ-organ tubuh dan pertumbuhan mental & kognitifnya sudah memasuki tahap kelengkapan dan memasuki tahapan menuju kesempurnaan fungsi. Sementara untuk tahapan emosi dan kognitif pun usia pubertas merupakan usia pemantapan pembentukan kepribadian. Kekhusuan anak perempuan, fase ini dapat lebih cepat 1-3 tahun daripada anak laki-laki. Jadi, jika ada orangtua menghukum fisik anak balita seperti mencubit atau memukul SUNGGUH SANGAT KETERLALUAN! Ini namanya kedzaliman yang sangat nyata!
b. Hanya pada perbuatan yang sangat prinsip (sholat!)
Begitu pentingnya sholat maka sering kita mendengar dan mendapati keterangan bahwa sholat adalah satu perbuatan yang paling ditanya di awal di akhirat kelak. Karena itu sholat dalam agama kita adalah sesuatu yang sangat prinsip. Pelanggaran pada perbuatan ini dapat menimbulkan konsekuensi berat. Yang membedakan seseorang muslim atau tidak ya pada perbuatan sholat ini. Coba Anda sebutkan satu saja teks hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah pernah mencontohkan atau memperbolehkan melakukan kekerasan fisik (memukul, menampar, mencubit) pada seorang anak dibawah 10 tahun di luar sholat? Niscaya kita akan mendapat kesulitan menemukannya. Jangan pernah menarik kesimpulan keliru karena Rasulullah memperbolehkan memukul anak tidak sholat bukan berarti Rasululullah membolehkan memukul anak pada semua perbuatan!
Apakah saat anak salah membaca Qur’an saat mereka belajar Qur’an boleh dihukum? Silahkan sebutkan dalillnya jika ada yang memberbolehkan! Sayangnya ini dipraktikkan pada sebagian anak saat mereka belajar agama. Adalah kesalahan, ada pemukulan! Tidak dipanjangkan pada saat baca mad thobi’i, cepret…. lidi mampir di tangan!
Apakah harus langsung seperti itu? Lihatlah, agama dikenalkan dengan cara kekerasan. Bisa jadi, itu sebabnya barangkali banyak anak sejak dini sudah dapat membaca Qur’an dengan benar tetapi setelah remaja tak berminat (lagi) mengkaji isinya!
c. Anak diberi kesempatan terlebih dahulu
Sebelum memperbolehkan memukul, lihat teks hadits di atas, anak-anak dikenalkan sholat pada usia 7 tahun dan boleh dipukullah saat usia 10 tahun. Artinya apa? Anak-anak memiliki kesempatan 3 tahun untuk dapat melakukan sholat. Jadi jika anak-anak baru melakukan kesalahan sekali dua kali, sebulan dua bulan diulang Anda langsung menghukumnya dengan berat, alangkah sok berkuasanya kita! Bahkan, meski Rasululullah memperbolehkan, Rasulullah tak pernah melakukannya. Jangankan memukul, menghardik (mengumpat) anak saja, Rasulullah tak pernah melakukannya. Silahkan periksa!
2. Hukuman adalah bagian dari konsekuensi, bukan reaksi spontan
Saat orangtua tengah disibukkan dengan sebuah aktivitas atau kondisi lelah setelah seharian bekerja lalu tiba-tiba anak terus rewel atau membandel, godaan untuk menjewer, berteriak keras, membentak atau mengumpat anak kadang mulai muncul di kepala orangtua.
Menghukum sebagai bagian dari konsekuensi adalah dibenarkan tetapi menghukum karena reaktif, atau aktivitas spontan tidaklah dibenarkan. Allah menciptakan neraka selain surga adalah bagian dari konsekuensi yang diciptakan-NYA untuk manusia. Dan ini jauh-jauh hari diinformasikan kepada manusia. Hukuman spontanitas ini cenderung datang bukan dari kondisi pikiran sadar orangtua tapi karena pikiran yang dipengaruhi emosi negatif orangtua.
Jika mau menghukum, berikan peringatan atau sosialiasi terlebih dahulu dan katakan jika satu saat ia melakukan perbuatan yang merugikan orang lain kembali maka ia akan mendapat konsekuensinya. Itupun sebaiknya perkataan ini dilakukan setelah kondisi emosi anak dan Anda sudah reda.
3. Lakukan secara bertahap
Karena sebagian anak belum terampil menumpahkan perasaannya secara baik maka kadang anak-anak ini menyalurkannya dengan cara yang membuat orang disekitarnya tidak nyaman. Karena itu peratikan perasaan mereka, bantulah mereka untuk mengeluarkan emosi negatifnya secara tepat. Orangtua harus memahami bahwa perasaan-perasaan negatif yang dirasakan anak adalah sesuatu yang wajar dan bukan hal yang harus dimusuhi. Semua anak berhak merasakan sedih, semua anak berhak merasakan lapar, kecewa, bosan dan terkadang semua anak juga boleh merasakan marah. Perasaan-perasaan ini adalah normal, cara mereka melampiaskan perasaan negatif itulah yang seharusnya kita terus latih.
Jika anak sudah mengetahui cara menyalurkan emosi negatif dengan cara yang benar tapi anak enggan melakukannya dan malah bertindak negatif, berikan ia peringatan bahwa Anda tidak menerimanya dan katakan bahwa tidak ada yang melarang anak menangis, marah, sedih dan sebagainya asal dilakukan tidak berlebihan dan merugikan orang lain. Jika anak masih melakukannya setelah diberi peringatan, bicarakan dengannya tentang konsekuensi yang mungkin ia dapatkan. Jika seorang kakak misalnya memukul adik, rasanya tidak adil jika Anda langsung memberikannya hukuman dengan dicambuk. Bahkan hukum Allah saja diturunkan ke dunia secara setahap demi setahap. Apakah kita, orangtua, sebagai manusia biasa hendak mempraktikkan kekuasaan dzalim yang melampaui kekuasaan Allah?
4. Cari hukuman yang tak menyakiti anak
Menyakiti siapapun, apalagi menyakiti anak sendiri yang dilahirkan dengan darah dan dibesarkan dengan keringat adalah perbuatan yang sangat tidak diterima. Tetapi, jika anak bertingkah merugikan orang lain sampai keterlaluan, tentu ini harus DITINDAK! Konsekuensi sebagai bagian dari ketegasan harus ditegakkan! Hukuman tentu tetap perlu diberikan, tetapi bukan berarti kita diperbolehka bertindak sewenang-wenang. Ada banyak konsekeunsi alternatif yang dapat diberikan agar anak dapat memahami perbuatannya yang merugikan tidak diterima:
a. Tidak mendekati anak untuk sementara waktu
b. Tidak mengajak anak ke tempat tertentu
c. Tidak mengajak mereka berbicara selama beberapa saat
d. Tidak memperbolehkannya melakukan hal-hal yang diinginkannya atau mengambil sementara hak-hak istimewanya
e. Meminta dia tinggal di kamar selama beberapa lama. Cara ini cocok bagi anak usia di atas tiga tahun, yang sudah bisa menerima hukuman sebagai konsekuensi perbuatannya. Untuk anak dua tahun, biarkan ia sampai tenang lebih dahulu, lalu setelah ia tenang maka Anda boleh memujinya dan mengungkap ketidaksetujun Anda pada perbuatan yang tidak Anda terima.
d. Tunjukkan ekspresi ketidaksetujuan anda: mimik sedih, kecewa pada anak adalah diberbolehkan. Dan juga katakan dengan jelas, tegas dan singkat (tidak berpanjang-panjang, apalagi mengulang-ulang!) kekecewaan Anda padanya.
Jangan lupa Share sama Saudara atau teman Sista yang lain ya. Semoga bermanfaat untuk Anda semua ya Sista :) 
HATI-HATI MENGHUKUM ANAK HATI-HATI MENGHUKUM ANAK Reviewed by Plasa Busana on November 05, 2014 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Comments System

Diberdayakan oleh Blogger.