Perserikatan Bangsa-bangsa dalam Paris Agrement Accord 2015 menyepakati perlunya pembangunan berkelanjutan dengan mengadopsi kebijakan transisi energi (energy transition policy). Inti kesepakatan itu yakni mengurangi pemanasan global di bawah 20C yang diakibatkan oleh emisi karbon dioksida (CO2) yang memberikan efek gas rumah kaca.
Kebijakan tersebut di bidang energi dikenal dengan the energy transition. Negara-negara diminta secara bertahap dan tegas untuk mentransformasi energinya mengurangi dan meninggalkan energi fosil menuju penggunaan energi primer nirkarbon. Agenda pembangunan ekonomi berkelanjutan atau sustainable development goal di bidang energi meliputi tiga hal, yaitu akses ke energi secara universal, mengurangi dampak polusi udara, serta mengatasi perubahan iklim, termasuk di antaranya membatasi emisi CO2 untuk menahan pemanasan global maksimum bertambah 1,50C. Indonesia berkomitmen mengambil langkah-langkah strategis, terukur, dan berkelanjutan untuk mencapainya.
Pemerintah Indonesia akan turut mensukseskan Paris Agreement, termasuk melalui energy transition policy. Modelling analysis framework disusun secara komprehensif dengan mempertimbangkan ekonomi makro dan indikator energi, kependudukan, serta kebijakan dan regulasi terkait. Kemudian aspek final analisis permintaan energi diperhadapkan dengan analisis suplai energi primer untuk mendapatkan prediksi transformasi energi. Dalam analisis transformasi energi, diperhitungkan kapasitas pembangkit kelistrikan, kilang minyak, kilang gas (LPG dan LNG), serta sumber energi primernya.
Pemerintah Indonesia melaksanakan kebijakan secara terpadu pada tiga track melalui instrumen institusi, regulasi, dan korporasi. Pada tingkat institusi sesuai dengan amanat UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, Dewan Energi Nasional merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional. Kebijakan energi nasional mengamanatkan porsi energi terbarukan setidaknya 23 % pada 2025 dengan mengurangi penggunaan minyak setidaknya sampai 25 % pada akhir 2025. PT PLN sebagai tulang punggung penyerap utama gas dan batu bara dalam negeri didorong untuk lebih agresif menggunakan energi baru terbarukan.
Pada saat Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) disusun, perekonomian Indonesia diproyeksikan bertumbuh di atas 6 % per tahun, permintaan listrik di atas 5,5 % dengan pertumbuhan PDB per kapita di atas 8 %. Saat ini capaian energi terbarukan masih satu digit. Barangkali saatnya perlu dilakukan review menyeluruh dan pendekatan atau paradigma baru sebagai ukuran keberhasilan penggunaan energi baru terbarukan dan konservasi energi. Jadi tidak melulu hal persentase.
PLN sebagai badan usaha milik negara terpadu yang menyediakan sumber pembangkit listrik, transmisi, distribusi, dan niaga merupakan tulang punggung utama untuk menyerap energi primer domestik, juga dalam mendorong pertumbuhan energi terbarukan. Sebagian besar pembangkit listrik PLN terpasang didesain menggunakan batu bara, gas, dan solar. Selain karena lebih murah dibandingkan dengan energi terbarukan, energi primer seperti batu bara tersedia melimpah di Indonesia. Hal mana memberi beberapa keuntungan kompetitif yaitu sebagai sumber devisa, membuka lapangan kerja dan menggerakkan ekonomi daerah serta sumber energi murah.
Dalam konteks konservasi energi, permintaan energi final dalam model pembangunan berkelanjutan diperkirakan menghasilkan rata-rata penghematan 12 %. Pada akhir 2019 Indonesia berhasil menurunkan emisi CO2, melebihi target, hingga 50 juta ton. Untuk mengurangi emisi karbon, pembangkit tenaga listrik baru terutama di daerah yang terpencil dikembangkan energi dengan sumber matahari, energi tenaga air dan bio massa. Hal ini terutama ditempuh untuk mendukung pencapaian target energi terbarukan dalam bauran energi (energy mix).
Kebijakan tersebut di bidang energi dikenal dengan the energy transition. Negara-negara diminta secara bertahap dan tegas untuk mentransformasi energinya mengurangi dan meninggalkan energi fosil menuju penggunaan energi primer nirkarbon. Agenda pembangunan ekonomi berkelanjutan atau sustainable development goal di bidang energi meliputi tiga hal, yaitu akses ke energi secara universal, mengurangi dampak polusi udara, serta mengatasi perubahan iklim, termasuk di antaranya membatasi emisi CO2 untuk menahan pemanasan global maksimum bertambah 1,50C. Indonesia berkomitmen mengambil langkah-langkah strategis, terukur, dan berkelanjutan untuk mencapainya.
Pemerintah Indonesia akan turut mensukseskan Paris Agreement, termasuk melalui energy transition policy. Modelling analysis framework disusun secara komprehensif dengan mempertimbangkan ekonomi makro dan indikator energi, kependudukan, serta kebijakan dan regulasi terkait. Kemudian aspek final analisis permintaan energi diperhadapkan dengan analisis suplai energi primer untuk mendapatkan prediksi transformasi energi. Dalam analisis transformasi energi, diperhitungkan kapasitas pembangkit kelistrikan, kilang minyak, kilang gas (LPG dan LNG), serta sumber energi primernya.
Pemerintah Indonesia melaksanakan kebijakan secara terpadu pada tiga track melalui instrumen institusi, regulasi, dan korporasi. Pada tingkat institusi sesuai dengan amanat UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, Dewan Energi Nasional merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional. Kebijakan energi nasional mengamanatkan porsi energi terbarukan setidaknya 23 % pada 2025 dengan mengurangi penggunaan minyak setidaknya sampai 25 % pada akhir 2025. PT PLN sebagai tulang punggung penyerap utama gas dan batu bara dalam negeri didorong untuk lebih agresif menggunakan energi baru terbarukan.
Pada saat Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) disusun, perekonomian Indonesia diproyeksikan bertumbuh di atas 6 % per tahun, permintaan listrik di atas 5,5 % dengan pertumbuhan PDB per kapita di atas 8 %. Saat ini capaian energi terbarukan masih satu digit. Barangkali saatnya perlu dilakukan review menyeluruh dan pendekatan atau paradigma baru sebagai ukuran keberhasilan penggunaan energi baru terbarukan dan konservasi energi. Jadi tidak melulu hal persentase.
PLN sebagai badan usaha milik negara terpadu yang menyediakan sumber pembangkit listrik, transmisi, distribusi, dan niaga merupakan tulang punggung utama untuk menyerap energi primer domestik, juga dalam mendorong pertumbuhan energi terbarukan. Sebagian besar pembangkit listrik PLN terpasang didesain menggunakan batu bara, gas, dan solar. Selain karena lebih murah dibandingkan dengan energi terbarukan, energi primer seperti batu bara tersedia melimpah di Indonesia. Hal mana memberi beberapa keuntungan kompetitif yaitu sebagai sumber devisa, membuka lapangan kerja dan menggerakkan ekonomi daerah serta sumber energi murah.
Dalam konteks konservasi energi, permintaan energi final dalam model pembangunan berkelanjutan diperkirakan menghasilkan rata-rata penghematan 12 %. Pada akhir 2019 Indonesia berhasil menurunkan emisi CO2, melebihi target, hingga 50 juta ton. Untuk mengurangi emisi karbon, pembangkit tenaga listrik baru terutama di daerah yang terpencil dikembangkan energi dengan sumber matahari, energi tenaga air dan bio massa. Hal ini terutama ditempuh untuk mendukung pencapaian target energi terbarukan dalam bauran energi (energy mix).
Kebijakan Energi Baru Terbarukan pascapandemi Covid-19
Reviewed by Plasa Busana
on
September 11, 2013
Rating:
apakah brgnya ini msh ada sist..
BalasHapus